Bagi suatu negara yang akan berdiri dan berdaulat, terlebih dahulu harus mampu memenuhi persyaratan konstitutif dan deklaratif. Persyaratan konstitutif yang ada dan harus dipenuhi yaitu mencakup a) memiliki wilayah atau daerah dengan batas-batas tertentu, b) adanya rakyat yang bersatu, dan c) pemerintah yang berdaulat. Untuk suatu negara yang akan memproklamirkan kemerdekaannya, sudah barang harus telah mempersiapkan kelengkapan negara untuk kepentingan pengaturan kehidupan negara sesuai yang direncanakan. Salah satu persyaratan yang mendasar adalah dibuatnya konstitusi negara yang akan dijadikan sebagai pedoman atau ”aturan main” dalam penyelenggaraan kehidupan negara, yakni “dasar negara”. Dasar negara merupakan filsafat negara (political philosophy) yang berkedudukan sebagai sumber segala sumber hukum atau sumber dari tata tertib dalam negara. Filsafat negara merupakan sikap hidup, pandangan hidup, dan suatu sistem nilai yang tidak dapat dibuktikan kebenaran dan kesalahannya.
Dasar negara dan sekaligus filsafat hidup negara republik Indonesia adalah Pancasila. Pancasila sebagai dasar negara, mempunyai makna sebagai pedoman dasar untuk mengatur penyelenggaraan ketatanegaraan negara yang meliputi bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan.
Sebagai dasar negara, Pancasila mempunyai kekuatan mengikat secara hukum sehinggga semua peraturan hukum / ketatanegaraan yang bertentangan dengan Pancasila harus dicabut. Perwujudan nilai-nilai Pancasila sebagai dasar negara, dalam bentuk peraturan perundang-undangan bersifat imperatif (mengikat) bagi :
a. penyelenggaran negara,
b. lembaga kenegaraan,
c. lembaga kemasyarakatan,
d. warga negara Indonesia dimanapun berada, dan
e. penduduk di seluruh wilayah negara kesatuan republik Indonesia.
Salah satu perwujudan Pancasila sebagai dasar negara, dituangkan di dalam konstitusi “Undang-Undang Dasar 1945”. Dalam kehidupan sehari-hari, istilah “konstitusi” (constitution), sering disamakan dengan istilah di Indonesia “Undang-Undang Dasar”. Padahal istilah konstitusi mempunyai arti yang lebih luas, yaitu keseluruhan dari peraturan-peraturan – baik yang tertulis maupun tidak – yang mengatur secara mengikat cara-cara bagaimana suatu pemerintah diselenggarakan dalam suatu masyarakat.
B. Hubungan Dasar Negara dengan Konstitusi
1. Pengertian Dasar negara
Dalam Ensiklopedi Indonesia, kata “dasar” (filsafat) berarti asal yang pertama. Istilah ini juga sering dipakai dalam arti : pengertian yang menjadi pokok (induk) dari pikiran-pikiran lain (substrat). Kata dasar bila dihubungan dengan negara (dasar negara), memiliki pengertian merupakan pedoman dalam mengatur kehidupan penyelenggaraan ketatanegaraan negara yang mencakup berbagai bidang kehidupan.
Setiap negara yang merdeka dan berdaulat, sudah barang tentu memiliki dasar negara yang berbeda. Perbedaan dasar negara yang diterapkan di dalam suatu negara, sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai sosial budaya, patriotisme dan nasionalisme yang telah terkristalisasi dalam perjuangan untuk mewujudkan cita-cita dan tujuan negara yang hendak dicapainya.
Bagi bangsa Indonesia, dasar negara yang dianut adalah berdasarkan Pancasila. Dalam tinjauan yuridis konstitusional, Pancasila sebagai dasar negara berkedudukan sebagai norma obyektif dan norma tertinggi dalam negara, serta sebagai sumber segala sumber hukum sebagaimana tertuang di dalam TAP. MPRS No.XX/MPRS/1966, jo. TAP. MPR No.V/MPR/1973, jo. TAP. MPR No. IX/MPR/1978. Penegasan kembali Pancasila sebagai dasar negara, tercantum dalam TAP. MPR No.XVIII/MPR/1998.
2. Pengertian Konstitusi
Menurut para ahli, antara “Konstitusi” dengan “Undang-Undang Dasar” ada yang berpendapat sama, tetapi ada juga yang berpendapat berbeda. Kata Konstitusi secara etimologis berasal dari bahasa Latin (constitutio), ”constitution” (Inggris), ”constituer” (Perancis), ”constitutie” (Belanda), dan ”Konstitution” (Jerman). Dalam pengertian ketatanegaraan, istilah Konstitusi mengandung arti undang-undang dasar, hukum dasar atau susunan badan.
Suatu Konstitusi adalah menggambarkan seluruh sistem ketatanegaraan suatu negara, yaitu berupa kumpulan peraturan yang mementuk, mengatur atau memerintah negara. Praturan-peraturan tersebut ada berbentuk tertulis sebagai keputusan badan yang berwenang, perturan tersebut juga bersumber dari peraturan yang tidak tertulis seperti norma, kebiasaan, adat istiadat, dan konvensi di masyarakat. Khusus untuk konvensi, meskipun peraturan tersebut tidak tertulis, namun bukan berarti tidak efektif dalam mengatur kehidupan negara.
Dalam perkembangan politik dan ketatanegaraan, istilah konstitusi mempunyai 2 (dua) pengertian sebagai berikut :
a. Dalam pengertian luas, ”Konstitusi” berarti keseluruhan dari ketentuan-ketentuan dasar atau hukum dasar (droit constitunelle). Konstitusi seperti halnya hukum, ada yang dalam bentuk dokumen tertulis ada juga yang tidak tertulis. Konstitusi dapat berupa dokumen tertulis, atau juga berupa campuran dari dua unsur tersebut. Tokoh yang mempelopori Bolingbroke.
b. Dalam pengertian sempit (terbatas), ”Konstitusi” berarti piagam dasar atau undang-undang dasar (loi constitunelle), yaitu suatu dokumen lengkap mengenai peraturan-peraturan dasar negara, contoh UUD 1945. Jadi konstitusi dalam arti sempit, merupakan sebagian dari hukum dasar sebagai satu dokumen tertulis yang lengkap. Tokoh yang mempelopori adalah Lord Bryce dan C.F. Strong.
Beberapa pendapat ahli tentang Konstitusi adalah sebagai berikut :
a. Herman Heller
Konstitusi mempunyai arti yang lebih luas dari pada Undang-Undang Dasar. Konstitusi sebenarnya tidak hanya bersifat yuridis semata-mata, tetapi juga sosiologis dan politis. Dalam konstitusi, terkandung 3 (tiga) pengertian sebagai berikut :
§ Die politische verfassung als gesselchaffliche wirklichkeit, artinya konstitusi yang mencerminkan kehidupan politik dalam masyarakat sebagai suatu kenyataan
§ Die verselbstandigte rechtverfassung, mencari unsur-unsur hukum dari konstitusi yang hidup dalam masyarakat untuk dijadikan kaidah hukum.
§ Die geschriebene verfassung, adalah menuliskan konstitusi dalam suatu naskah sebagai peraturan perundang-undangan yang paling tinggi derajatnya yang berlaku dalam suatu negara.
b. Oliver Cromwell
Undang-Undang Dasar itu sebagai “instrument of government” yaitu bahwa undang-undang dibuat, sebagai pegangan untuk memerintah dan disinilah timbul identifikasi dari pengertian Konstitusi dan Undang-Undang Dasar.
c. Lasalle (dalam “Uber Verfassungwesen”)
Bahwa konstitusi yang sesungguhnya menggambarkan hubungan antara kekuasaan yang terdapat di dalam masyarakat seperti golongan yang mempunyai kedudukan nyata di dalam masyarakat, misalnya Kepala Negara, angkatan Perang, Partai politik, Buruh Tani, Pegawai dan sebagainya.
d. Struycken
Konstitusi adalah Undang-Undang Dasar, hanya berbeda dengan yang lain menurut pendapatnya, bahwa Konstitusi memuat garis-garis besar dan asas tentang organisasi dari pada negara.
e. K.C. Wheare (dalam Modern Constitution)
Secara garis besar konstitusi dapat dibagi menjadi 2 (dua), yaitu :
§ Konstitusi yang semata-mata berbicara sebagai naskah hukum, yaitu suatu ketentuan yang mengatur ”the rule of the constitution”.
§ Konstitusi yang bukan saja mengatur ketentuan-ketentuan hukum, tetapi juga mencantumkan ideologi, aspirasi, dan cita-cita politik, ”the statement of idea”, pengakuan kepercayaan, suatu beloosfsbelijdenis dari bangsa yang menciptakannya.
Keterkaitan antara dasar negara dengan konstitusi, nampak pada gagasan dasar, cita-cita dan tujuan negara yang tertuang di dalam Mukadimah atau Pembukaan Undang-Undang Dasar suatu negara. Dari dasar negara inilah, kehidupan negara yang dituangkan dalam bentuk peraturan perundang-undangan akan diatur dan diwujudkan. Salah satu perwujudan dalam mengatur dan menyelenggarakan kehidupan ketatanegaraan suatu negara, adalah dalam bentuk Konstitusi atau Undang-Undang Dasar.
c. Substansi Konstitusi Negara
Menurut C.F. Strong dalam bukunya “Modern Political Constitution”, bahwa Konstitusi dapat dibedakan antara konstitusi tertulis dan konstitusi tidak tertulis. Suatu konstitusi disebut tertulis, bila merupakan satu naskah (documentary constitution), sedangkan konstitusi tak tertulis tidak merupakan satu naskah (non-documentary constitution) dan banyak dipengaruhi oleh tradisi dan konvensi. Contoh negara Inggris yang konstitusi hanya merupakan kumpulan-kumpulan dokumen.
Konstitusi atau hukum dasar, dapat pula dibedakan antara Hukum Dasar tertulis (written constitution), yaitu Undang-Undang Dasar. Sedangkan Hukum Dasar tidak tertulis (unwritten constituion), adalah konvensi. Salah satu contoh konvensi di Indonesia adalah pelaksanaan Pidato Kenegaraan Presiden menjelang peringatan Proklamasi 17 Agustus.
1. Sifat dan Fungsi Konstitusi Negara
Sifat pokok konstitusi negara adalah flexible (luwes) dan rigid (kaku). Konstitusi dikatakan flexible, yaitu bila pembuat konstitusi menetapkan cara perubahan tidak berat, dengan pertimbangan perkembangan masyarakat sehingga mudah mengikuti perkembangan jaman (contoh Inggris dan Selandia Baru). Sedangkan konstitusi yang bersifat rigid, yaitu bila pembuat konstitusi menetapkan cara perubahan sulit dengan maksud agat tidak mudah dirubah hukum dasarnya (controh Amerika, Kanada, Jerman dan Indonesia ). Perhatikan bagan di bawah ini !
Fungsi pokok Konstitusi atau Undang-Undang Dasar adalah untuk membatasi kekuasaan pemerintah sedemikian rupa sehingga penyelenggaraan kekuasaan tidak bersifat sewenang-wenang. Dengan demikian diharapkan hak-hak warga negara akan lebih terlindung. Gagasan ini dinamakan Konstitusionalisme.
Menurut Carl J. Friedrich, bahwa Konstitusionalisme merupakan gagasan dimana pemerintah sebagai suatu kumpulan kegiatan yang diselenggarakan oleh dan atas nama rakyat, tetapi yang dikenakan beberapa pembatgasan yang diharapkan akan menjamin bahwa kekuasaan yang diperlukan untuk pemerintahan itu tidak disalahgunakan oleh mereka yang mendapat tugas untuk memerintah. Pembatasan-pembatasan ini tercermin dalam Undang-Undang Dasar.
Di negara-negara komunis, pada umumnya menolak gagasan konstitusionalisme karena negara berfungsi ganda. Pertama, mencerminkan kemenangan-kemenangan yang telah dicapai dalam perjuangan ke arah tercapainya masyarakat komunis dan merupakan pencatatan formil dan legal dari kemajuan yang telah dicapai. Kedua, Undang-Undang Dasar memberikan rangka dan dasar hukum untuk perubahan masyarakat yang dicita-citakan dalam tahap perkembangan berikutnya.
Sedangkan di negara-negara Asia-Afrika pada umumnya, Undang-Undang Dasar merupakan salah satu atribut yang melambangkan kemerdekaan. Di antara negara-negara itu, ada yang menganggap Undang-Undang Dasar sebagai suatu dokumen yang mempunyai arti yang khas (konstitusionalisme), seperti negara Filipina, India, termasuk juga Indonesia.
Dengan memperhatikan sifat dan fungsi Konstitusi atau Undang-Undang Dasar, maka setiap Undang-Undang Dasar memuat ketentuan-ketentuan sebagai berikut :
a. Organisasi negara, misalnya pembagian kekuasaan antara badan legislatif, eksekutif dan yudikatif.
b. Hak-hak asasi manusia (biasa disebut Bill of Right) kalau berbentuk naskah tersendiri.
c. Prosedur mengubah Undang-Undang Dasar.
d. Adakalanya memuat larangan untuk mengubah sifat tertentu dari Undang-Undang Dasar.
2. Kedudukan Konstitusi (Undang-Undang Dasar)
Meskipun Undang-Undang Dasar bukanlah merupakan salah satu syarat untuk berdirinya suatu negara beserta dengan penyelenggarannya yang baik, tetapi dalam perkembangan jaman modern dewasa ini, maka Undang-Undang Dasar mutlak adanya. Sebab dengan adanya Undang-Undang Dasar baik penguasa negara maupun masyarakatnya dapat mengetahui aturan atau ketentuan yang pokok-pokok atau dasar-dasar mengenai ketatanegaraannya. Dengan demekian, kedudukan Undang-Undang Dasar di suatu negara sangat penting artinya dalam rangka untuk mengatur sebaik-baiknya dalam penyelenggaraan ketatanegaraan negara.
3. Cara Pembentukan dan Merubah Konstitusi (Undang-Undang Dasar)
a. Cara Pembentukan
No | Dengan Cara | K e t e r a n g a n |
1. | Pemberian | § Raja memberikan kepada warganya suatu UUD, kemudian ia berjanji akan mempergunakan kekuasaannya itu berdasarkan asas-asas yang tertentu dan kekuasaan itu akan dijalankan oleh suatu badan yang tertentu pula. § UUD itu timbul, biasanya karena raja merasa ada tekanan yang hebat dari sekitarnya dan takut akan timbul revolusi. Dengan adanya UUD ini, maka kekuasaan raja dibatasi. |
2. | Sengaja Dibentuknya | § Dalam hal ini, pembuatan suatu UUD dilakukan setelah negara itu didirikan. Jadi setelah suatu negara didirikan, maka sengaja dibentuklah UUD. |
3. | Cara Revolusi | § Pemerintahan baru yang terbentuk sebagai hasil revolusi ini, kadang-kadang membuat suatu UUD yang kemudian mendapat persetujuan rakyatnya atau pemerintah tersebut dapat pula mengambil cara lain, yaitu dengan mengambil suatu permusyawaratan yang akan menetapkan UUD itu. |
4. | Cara Evolusi | § Perubahan-perubahan secara berangsur-angsur dapat menim-bulkan suatu UUD, dan secara otomatis UUD yang lama tidak berlaku lagi. |
b. Cara Merubah
No | Dengan Cara | K e t e r a n g a n |
1. | Oleh Badan Legislatif/ Perun-dangan Biasa | § Dilakukan oleh Badan Legislatif, hanya harus dengan syarat yang lebih berat dari pada jika Badan Legislatif ini membuat undang-undang biasa (bukan Undang-Undang Dasar). |
2. | Referandum | § Yaitu dengan jalan pemungutan suara diantara rakyat yang mempunyai hak suara (masa orde baru Referandum diatur di dalam UU No.5 Tahun 1985). |
3 | Oleh Badan Khusus | § Harus diadakan oleh suatu badan khusus yang pekerjaannya hanya untuk mengubah Undang-Undang Dasar saja. |
4. | Khusus di Negara Federasi | § Perubahan UUD itu baru dapat terjadi jika mayoritas negara-negara bagian dari federasi itu tadi menyetujui perubahan itu. |
C. Kedudukan Pembukaan UUD 1945 Negara Kesatuan RI Tahun 1945.
Pembukaan UUD 1945 mengandung nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh banga-bangsa yang beradab di seluruh muka bumi. Kalimat di dalam Pembukaan tersebut antara lain ” Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan”.Selain itu, nilai-nilai tersebut mampu menampung dinamika masyarakat sehingga akan tetap menjadi landasan perjuangan bangsa dan negara selama bangsa Indonesia tetap setia kepada negara Proklamasi 17 Agusutus 1945.
Oleh karena vitalnya kedudukan Pembukaan UUD 1945, Pembukaan UUD 1945 dijadikan norma fundamental. Rumusan kata dan kalimat yang terkandung di dalamnya tidak boleh diubah oleh siapapun, termasuk MPR hasil pemilu. Pengubahan Pembukaan UUD 1945 berarti pengubahan esensi cita moral dan cita hukum yang ingin diwujudkan dan ditegakkan oleh bangsa Indonesia.
1. Kedudukan Pembukaan UUD 1945
Di dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945, termuat unsur-unsur (menurut kaidah Ilmu Pengetahuan Hukum) seperti disyaratkan bagi adanya suatu tertib hukum (rechtsorde, legal order) yaitu berupa ”kebulatan dari kesuluruhan peraturan-peraturan hukum”. Adapun syarat-syarat yang dimaksudkan mencakup hal-hal berikut :
a. Adanya kesatuan subyek (penguasa) yang mengadakan peraturan-peraturan hukum. Hal ini terpenuhi dengan adanya suatu Pemerintah Republik Indonesia.
b. Adanya kesatuan asas kerohanian yang menjadi dasar daripada keseluruhan peraturan-peraturan hukum. Hal ini terpenuhi oleh adanya Dasar Filsafat Negara Pancasila.
c. Adanya kesatuan daerah di mana keseluruhan peraturan peraturan hukum itu berlaku, terpenuhi oleh penyebutan “seluruh tumpah darah Indonesia”.
d. Adanya kesatuan waktu di mana keseluruhan peraturan-peraturan hukum itu berlaku. Hal ini terpenuhi oleh penyebutan “disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu UUD Negara Indonesia” yang menyangkut saat sejak timbulnya Negara Indonesia sampai seterusnya selama kelangsungan Negara Indonesia
Di dalam suatu tertib hukum, terdapat tata urutan yang bersifat hierarkis dimana UUD (pasal-pasalnya) tidaklah merupakan suatu peraturan hukum yang tertinggi. Di atasnya masih terdapat dasar-dasar pokok dari hukum dasar baik tertulis (UUD) maupun tidak tertulis (convensi) dan terpisah yang dinamakan Pokok Kaidah Negara yang fundamental (Staatsfundamentalnorm).
Pokok Kaidah Negara yang fundamental menurut ilmu hukum tata negara mempunyai beberapa unsur mutlak antara lain :
a. Dari segi terjadinya, yaitu ditentukan oleh pembentuk negara dan terjelma dalam suatu bentuk pernyataan lahir sebagai penjelmaan kehendak Pembentuk Negara untuk menjadikan hal-hal tertentu sebagai dasar-dasar negara yang dibentuknya.
b. Dari segi isinya, memuat dasar-dasar pokok negara yang dibentuk sebagai berikut :
1) Dasar tujuan negara (tujuan umum dan tujuan khusus).
Tujuan umum, tercakup dalam kalimat untuk memajukan kesejahteraan umum dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Di mana tujuan umum ini berhubungan dengan masalah hubungan antara bangsa (hubungan luar negeri) atau politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif.
Tujuan Khusus, Tercakup dalam kalimat “melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, mencerdaskan kehidupan bangsa serta mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Tujuan ini bersifat khusus dalam angka tujuan bersama ialah menuju masyarakat adil dan makmur.
2) Ketentuan diadakannya Undang-Undang dasar yang tersimpul dalam kalimat, ”Maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia”.
3) Bentuk negara, yaitu bentuk “Republik yang berkedaulatan Rakyat”.
4) Dasar filsafat negara (asas kerohanian) Pancasila yang tercakup dalam kalimat “….dengan berdasar kepada: Ke-Tuhanan Yang Maha Esa; Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.
Dengan demikian Pembukaan UUD 1945 telah memenuhi syarat sebagai Pokok kaidah Negara yang fundamental. Dalam hubungannya dengan pasal-pasal UUD 1945 (batang tubuh UUD 1945), Pembukaan UUD 1945, mempunyai kedudukan sebagai berikut :
a. Dalam hubungan dengan tertib hukum Indonesia, maka Pembukaan UUD 1945 mempunyai kedudukan yang terpisah dari batang tubuh UUD 1945. Dalam kedudukan sebagai Pokok Kaidah Negara yang fundamental, Pembukaan UUD 1945 mempunyai kedudukan lebih tinggi daripada batang tubuh UUD 1945.
b. Pembukaan UUD 1945 merupakan tertib hukum tertinggi dan mempunyai kedudukan lebih tinggi dan terpisah dari batang tubuh UUD 1945.
c. Pembukaan merupakan Pokok Kaidah Negara yang fundamental yang menentukan adanya UUD Negara tersebut, jadi merupakan sumber hukum dasar.
d. Pembukaan UUD 1945 berkedudukan sebagai pokok kaidah negara yang fundamental, mengandung pokok-pokok pikiran yang harus diciptakan atau diwujudkan dalam pasal-pasal UUD 1945.
Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka jelaslah bahwa UUD 1945 memiliki sifat-sifat sebagai berikut:
a. Karena sifatnya tertulis, maka rumusannya juga jelas merupakan hukum positif yang mengikat pemerintah sebagai penyelenggara negara, maupun mengikat bagi setiap warga negara.
b. Memuat norma-norma, aturan-aturan serta ketentuan-ketentuan yang dapat dan harus dilaksanakan secara konstitusional.
c. UUD 1945, termasuk pembukaan UUD 1945 dalam tertib hukum Indonesia merupakan Undang-Undang yang tertinggi, disamping sebagai alat kontrol terhadap norma-norma hukum yang lebih rendah dalam hirarki tertib hukum Indonesia.
1. Makna Yang Terkandung Pembukaan UUD 1945
Makna yang terkandung di dalam Pembukaan UUD 1945, dapat dilihat pada matrik di bawah ini !
ALINEA | ISI / KETERANGAN | MAKNA YANG TERKANDUNG |
Pertama | Bahwa sesungguhnya kemerde-kaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. | Ø Keteguhan bangsa Indonesia dalam membela kemerdekaan melawan penjajah dalamsegala bentuk. Ø Pernyataan subjektif bangsa Indonesia untuk menentang dan menghapus penjajahan di atas dunia. Ø Pernyataan objektif bangsa Indonesia bahwa penjajahan tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. Ø Pemerintah Indonesia mendukung kemerdekaan bagi setiap bangsa Indonesia untuk berdiri sendiri. |
Kedua | Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah pada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. | Ø Kemerdekaan yang dicapai oleh bangsa Indonesia adalah melalui perjuangan pergerakan dalam melawan penjajah. Ø Adanya momentum yang harus dimanfaatkan untuk menyatakan kemerdekaan. Ø Bahwa kemerdekaan bukanlah akhir perjuangan, tetapi harus diisi dengan mewujudkan negara Indonesia yang merdeka, bersatu , berdaulat, adil dan makmur. |
Ketiga | Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya. | Ø Motivasi spiritual yang luhur bahwa kemerdekaan kita adalah berkat rahmat Allah Yang Mahakuasa. Ø Keinginan yang didambakan oleh segenap bangsa Indonesia terhadap suatu kehidupan yang berkesinam-bungan antara kehidupan material dan spiritual, dan kehidupan di dunia maupun akhirat. Ø Pengukuhan pernyataan Proklamasi Kemerdekaan. |
Keempat | Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidu-pan bangsa, dan ikut melaksa-nakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemer-dekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indo-nesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada : Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan /per-wakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. | Ø Adanya fungsi dan sekaligus tujuan negara Indonesia, yaitu : - melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia,
- memajukan kesejahteraan umum,
- mencerdaskan kehidupan bangsa, dan
- ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Ø Kemerdekaan kebangsaan Indonesia yang disusun dalam suatu Undang-Undang Dasar. Ø Susunan/ bentuk negara Republik Indonesia . Ø Sistem pemerintahan negara, yaitu berdasarkan kedaulatan rakyat (demokrasi). Ø Dasar Negara Pancasila |
2. Makna Pembukaan UUD 1945 Bagi Perjuangan Bangsa Indonesia
Undang-Undang Dasar merupakan sumber hukum tertinggi dari hukum yang berlaku di Indonesia, sedangkan Pembukaan UUD 1945 merupakan sumber dari motivasi dan aspirasi perjuangan serta tekad bangsa Indonesia untuk mencapai tujuannya. Pembukaan juga merupakan sumber dari ”cita hukum” dan ”cita moral” yang ingin ditegakkan baik dalam lingkungan nasional maupun dalam hubungan pergaulan bangsa-bangsa di dunia.
Pembukaan yang telah dirumuskan secara padat dan khidmat dalam empat alinea itu, setiap alinea kata-katanya mengandung arti dan makna yang sangat dalam, mempunyai nilai-nilai yang universal dan lestari. Universal, karena mengandung nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh bangsa-bangsa beradab di seluruh muka bumi; lestari, karena mampu menampung dinamika masyarakat, dan akan tetap menjadi landasan perjuangan bangsa dan negara selama bangsa Indonesia tetap setiap kepada Negara Proklamasi 17 Agustus 1945.
3. Pokok-Pokok Pikiran Dalam Pembukaan UUD 1945
Pembukaan UUD 1945, selain mempunyai makna yang sangat mendalam, juga mengandung pokok-pokok pikiran yang meliputi suasana kebatinan dari UUD 1945. Pokok-pokok pikiran tersebut mewujudkan cita hukum (rechtsidee) yang menguasai hukum dasar negara, baik hukum yang tertulis (UUD( maupun hukum yang tidak tertulis. Pokok-pokok pikiran yang terkandung di dalam Pembukaan UUD 1945 adalah sebagai berikut :
a. Pokok pikiran pertama : ”Negara – begitu bunyinya – ”melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dengan berdasar atas persatuan dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Dalam Pembukaan ini, diterima aliran pengertian negara persatuan, negara yang melindungi dan meliputi segenap bangsa seluruhnya. Jadi negara mengatasi segala paham golongan, mengatasi segala paham perseorangan. Negara menurut pengertian ”pembukaan” itu menghendaki persatuan meliputi segenap bangsa Indonesia seluruhnya. Inilah suatu dasar negara yang tidak boleh dilupakan.
b. Pokok pikiran kedua : ”Negara hendak mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat”. Hal ini merupakan pokok pikiran keadilan sosial. Pokok pikiran yang hendak diwujudkan oleh negara bagi seluruh rakyat ini didasarkan pada kesadaran, bahwa manusia Indonesia mempunyai hak dan kewajiban yang sama untuk menciptakan keadilan sosial dalam kehidupan masyarakat.
c. Pokok pikiran ketiga : ”Negara yang berkedaulatan rakyat berdasar atas kerakayatan dan permusyawaratan/ perwakilan”. Oleh karena itu sistem negara yang terbentuk dalam UUD 1945 harus berdasar atas kedaulatan rakyat dan berdasar atas permusyawaratan/ perwakilan. Memang aliran ini sesuai dengan sifat ”masyarakat Indonesia”. Ini adalah pokok pikiran kedaulatan rakyat, yang menyatakan, bahwa kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh Mejelis Permusyawaratan Rakyat.
d. Pokok pikiran keempat : ”Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab”. Oleh karena itu, UUD 1945 harus mengandung isi yang mewajibkan pemerintah dan lain-lain penyelenggara negara untuk memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur dan memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur. Hal ini menegaskan pokok pikiran Ketuhanan Yang Maha Esa dan Kemanusiaan yang adil dan beradab.
Dengan demikian, apabila kita perhatikan dari keempat pokok pikiran tersebut tampak bahwa pokok-pokok pikiran itu tidak lain adalah pancaran dari dasar falsafah negara Pancasila. Pokok-pokok pikiran dijelmakan ke dalam pasal demi pasal Batang Tubuh Undang-Undang Dasar 1945.
4. Hubungan Pembukaan dengan Batang Tubuh UUD 1945
Bahwa pokok-pokok pikiran Pembukaan UUD 1945, merupakan ”— suasanan kebatinan dari Undang-Undang Dasar Negara Indonesia serta mewujudkan cita hukum yang menguasai hukum dasar negara, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis”--, sedangkan pokok-pokok pikiran tersebut dijelmakan dalam pasal UUD 1945, maka dapat dipahami bahwa suasana kebatinan UUD 1945 serta cita hukum UUD 1945 bersumber atau dijiwai oleh dasar falsafah Pancasila. Hal inilah yang dimaksudkan arti dan fungsi Pancasila sebagai dasar negara.
Dengan demikian, jelaslah bahwa Pembukan UUD 1945 mempunyai fungsi atau hubungan langsung dengan Batang Tubuh UUD 1945, karena Pembukaan UUD 1945 mengandung pokok-pokok pikiran yang dijabarkan lebih lanjut dalam pasal-pasal di Batang Tubuh UUD 1945 tersebut. Pada Pembukaan UUD 1945, memuat dasar falsafah negara Pancasila dan Batang Tubuh UUD 1945 yang merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, bahkan hal ini menjadi rangkaian kesatuan nilai dan norma yang terpadu.
Batang Tubuh UUD 1945 terdiri dari rangkaian pasal-pasal yang merupakan perwujudan dari pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945, yang tidak lain adalah pokok-pokok pikiran : Persatuan Indonesia, Keadilan Sosial, Kedaulatan Rakyat berdasar atas kerakyatan dan permusyawaratan/perwakilan, dan Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar Kemanusiaan yang adil dan beradab.
Pokok-pokok pikiran tersebut tidak lain adalah pancaran dari Pancasila, yang telah mampu memberikan semangat dan terpancang dengan khidmat dalam perangkat UUD 1945. Semangat (Pembukaan) pada hakikatnya merupakan suatu rangkaian kesatuan yang tak dapat dipisahkan. Kesatuan serta semangat yang demikian itulah yang harus diketahui, dipahami, dan dihayati oleh setiap insan warga negara Indonesia.
Dengan demikian, amatlah penting bagi setiap insan warga negara Indonesia untuk berusaha sungguh-sungguh agar semangat itu benar-benar dihayati, termasuk dan terutama yang mempunyai cita-cita atau sedang memegang kendali pelaksanaan UUD 1945 dan sebagai penyelenggara negara. Kita yakini bahwa dengan penghayatan dan pengamalan Pancasila serta pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan konsekwen, maka akan lestarilah Pancasila sebagai dasar negara dan falsafah negara di bumi Indonesia tercinta ini.
5. Tata Urutan Peraturan Perundang-Undangan Yang Berlaku di Indonesia.
Tentang tata urutan peraturan perundangan yang berlaku Indonesia, sejak orde lama, orde baru hingga sekarang ini telah mengalami beberapa perubahan. Pada awalnya tercantum di dalam TAP MPRS No.XX/MPRS/1966, Selanjutnya dikukuhkan kembali dengan TAP MPR No.V/MPR/1973, dan TAP MPR No.IX/MPR/1978. Di era reformasi, dirubah dengan keluarnya TAP MPR Nomor III/MPR/2003 adalah sebagai berikut :
Adalah peraturan negara tertinggi, yang memuat ketentuan-ketentuan pokok menjadi sumber bagi peraturan perundangan lain yang dikeluarkan oleh negara. UUD hanyalah sebagian hukum dasar tertulis.
Ketentuan-ketentuan yang tercantum didalam pasal-pasal Undang-Undang Dasar 1945 adalah ketentuan-ketentuan yang tingkatnya tertinggi dan pelaksanaannya dilakukan dengan Ketetapan MPR, Undang-undang, dan Keputusan Presiden.
Ketetapan MPR adalah keputusan yang diambil dalam sidang-sidang MPR yang memuat ketentuan-ketentuan secara garis besar, agar nantinya mudah dilaksanakan. Ketetapan MPR mempunyai kekuatan hukum ke dalam (anggota MPR) dan ke luar (bukan anggota MPR). Ketetapan MPR dapat dibedakan menjadi 2 bagian, yaitu:
a) Ketetapan MPR yang memuat garis-garis besar dalam bidang legislatif, yang dilaksanakannya dengan undang-undang, dan
b) Ketetapan MPR yang memuat garis-garis besar dalam bidang eksekutif, yang dilaksanakan dengan Keputusan Presiden.
Di samping ketetapan MPR, sidang MPR juga menghasilkan keputusan MPR. Keputusan MPR hanya mempunyai kekuatan ke dalam (anggota MPR).
Undang-undang adalah peraturan atau perundangan untuk melaksanakan UUD atau Ketetapan MPR. Undang-undang yang dibentuk berdasarkan ketentuan UUD dinamakan undang-undang organik. Contohnya, seperti tercantum dalam pasal 5 ayat 1 UUD 1945, yaitu Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang kepada DPR.
Rancangan undang-undang dapat dibuat atas inisiatif DPR maupun Presiden. Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang (pasal 22 UUD 1945). Peraturan ini harus mendapat persetujuan dari DPR. Apabila tidak, peraturan pemerintah itu harus dicabut.
- Peraturan Pemerintah (PP)
Peraturan Pemerintah ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan Undang-undang (pasal 5 ayat 2 UUD 1945). Oleh karena peraturan itu ditetapkan oleh Presiden sebagai kepala pemerintah, peraturan itu disebut Peraturan Pemerintah.
Peraturan Pemerintah Pusat memuat ketentuan-ketentuan umum untuk melaksanakan undang-undang, sedangkan Peraturan Pemerintah Daerah memuat aturan-aturan untuk melaksanakan Peraturan Pemerintah Pusat.
- Keputusan Presiden (Keppres)
Keputusan Presiden adalah keputusan yang ditetapkan oleh Presiden. Keputusan Presiden berisi keputusan yang bersifat khusus untuk melaksanakan ketentuan UUD atau Ketetapan MPR. Misalnya, Keputusan Presiden untuk mengangkat duta besar, melaksanakan PP, dan sebagainya.