Sabtu, 23 April 2011

Prinsip-Prinsip Penelitian Sejarah

Metode sejarah lisan
sesungguhnya sudah lama digunakan. Orang
yang pertama kali menggunakan metode ini
adalah Herodotus sejarawan Yunani yang
pertama. Dia mengembara ke tempat-tempat
yang jauh untuk mengumpulkan bahan-bahan sejarah lisan. Selain Herodotus,
terdapat pula orang Yunani, yaitu Thucydides. Untuk mengetahui sejarah perang
Poloponesa, dia mencari kisah kesaksian langsung para prajurit yang ikut
dalam perang.
Penggunaaan sejarah lisan di Indonesia, sebenarnya juga sudah lama
dilakukan. Hal ini dapat dilihat dalam historiografi tradisional. Ciri adanya
penggunaan sejarah lisan yaitu adanya kalimat seperti “Kata Sahibul Hikayat”,
atau “Menurut yang empunya cerita”, dan sebagainya. Kalimat tersebut
mengandung arti bahwa penulis historiografi tradisional mengumpulkan sumbersumber
melalui sumber lisan.
Sejarah lisan menjadi suatu metode mengalami perkembangan. Metode
ini kembali dilihat oleh para ahli terutama di Amerika Serikat pada abad
ke-20. Penggunaan sejarah lisan mulai diperhatikan kembali oleh para sejarawan
karena adanya kekhawatiran orang-orang yang masih hidup dan menyaksikan
peristiwa akan meninggal, sedangkan mereka sendiri tidak membuat catatancatatan
tertulis. Memori yang dimiliki oleh para saksi peristiwa tersebut merupakan
sumber informasi yang berharga.
Sejarah lisan dalam pelaksanaannya sebagai suatu metode yang modern
dilakukan di Amerika Serikat pada tahun 1930-an. Para ahli pada saat itu
menggunakan penelitian dengan metode lisan untuk melihat kenangan bekas
para budak hitam. Penelitian yang dilakukan para ahli ini kemudian mengalami
perkembangan. Sumber lisan yang dikumpulkan, tidak hanya dari orang-orang
besar saja atau para tokoh, tetapi orang-orang kecil pun mereka wawancarai
bahkan orang-orang yang buta huruf. Orang-orang ini sangat sulit mewariskan
sumber-sumber tertulis.
Hal terpenting dari sejarah lisan adalah untuk mencari informasi-informasi
yang luput atau lolos dari sumber tertulis. Banyak pembicaraan yang tidak
terekam dalam sumber tertulis. Penemuan-penemuan teknologi memberikan
bantuan penting terhadap metode sejarah lisan, misalnya telepon. Barangkali
ada kebijakan-kebijakan pemerintah yang berangkat dari pembicaraanpembicaraan
telepon dan tidak tercatat dalam arsip resmi. Pembicaraanpembicaraan
ini, kalau terekam, tentu akan menjadi sumber lisan yang berharga.
Perkembangan teknologi sangat menunjang terhadap perkembangan sejarah
lisan. Penemuan teknologi tersebut seperti ditemukannya alat perekam
(phonograph) pada tahun 1877. Perkembangan alat perekam pada tahun
1960, dengan ditemukannya tape recorder, semakin memudahkan untuk
menyimpan data atau sumber lisan.


Ada beberapa hal atau prinsip yang harus diperhatikan dalam melakukan
penelitian sejarah lisan, yaitu sebagai berikut.
1. Perencanaan wawancara
Perencanaan yang baik akan menghasilkan pengumpulan sumber lisan
yang sangat baik. Oleh sebab itu, perencanaan wawancara harus benar-benar
diperhatikan oleh orang-orang yang akan melaksanakan wawancara lisan.
Langkah pertama dalam perencanaan adalah menetapkan orang yang akan
kita wawancarai. Agar wawancara itu berjalan dengan lancar sebaiknya sebelum
wawancara itu dilaksanakan kita mempelajari latar belakang dari orang tersebut.
Selain itu seorang pewancara harus menguasai materi yang akan ditanyakan.
Untuk menguasai materi yang akan ditanyakan, sebaiknya pewancara terlebih
dahulu membaca literatur-literatur yang berkaitan dengan materi pembicaraan.
Kedua, sebelum kita melakukan wawancara langsung, sebaiknya orang yang
akan kita wawancarai dihubungi terlebih dahulu dan mengadakan perjanjian
kapan wawancara itu dilakukan. Langkah ketiga ialah menetapkan pertanyaanpertanyaan
yang akan kita tanyakan. Sebaiknya kita membuat daftar pertanyaan
dan pertanyaan yang kita ajukan bukan pertanyaan yang menghendaki jawaban
berupa “ya” atau “tidak”. Jadi, yang ditanya hendaknya “Mengapa?”,
“Bagaimana?”, “Di mana”. Jenis pertanyaan ini untuk menghindari jawaban
“ya”, atau “tidak”. Kalau kita mendapatkan jawaban “ya”, atau “tidak”, maka kita tidak akan mendapatkan sumber yang banyak. Sebaiknya ikhtisar pertanyaan
yang akan kita tanyakan dikirim terlebih dahulu kepada informan atau diberikan
terlebih dahulu secara lisan. Diharapkan dengan dikirimkannya pertanyaanpertanyaan
kepada informan, maka informan akan mempersiapkan diri dalam
memberikan jawaban-jawaban dan memberikan informasi yang lebih banyak.
Langkah keempat adalah menyiapkan alat perekam atau tape recorder. Kita
harus terampil menggunakan alat perekam, jangan sampai pada saat wawancara
dilakukan tape recorder tidak berfungsi. Kita harus menyiapkan berapa kaset
yang kita butuhkan. Jumlah kaset yang kita butuhkan tergantung pada lamanya
waktu yang kita perlukan pada saat wawancara.
2. Pelaksanaan wawancara
Dalam melaksanakan wawancara, sebaiknya pewancara mampu menciptakan
situasi yang kondusif. Wawancara yang dilakukan bukanlah suatu dialog.
Dalam dialog biasanya terjadi interpretasi terhadap fakta, baik yang dilakukan
oleh pewancara maupun informan. Hal yang harus diperhatikan dalam wawancara
adalah mendapatkan kisah pengalaman dari orang yang sedang diwawancarai.
Pewancara berbicara hanya sebatas mengarahkan pertanyaan yang diajukan
kepada informan. Jangan sampai pewancara banyak berbicara dan menggurui
informan. Dalam rekaman sebaiknya suara yang banyak terekam adalah suara
informan, bukan pewancara. Apabila suara informan banyak terekam, maka
akan memberikan fakta sejarah yang cukup banyak.
3. Orang yang diwawancarai
Siapakah orang yang diwawancarai? Orang yang kita wawancarai seharusnya
orang yang langsung menyaksikan peristiwa yang kita teliti. Hal ini perlu dilakukan
agar informasi yang diberikan lebih akurat. Seberapa banyak orang yang
diwawancarai? Hal itu tergantung pada kebutuhan informasi yang kita perlukan,
bisa individu maupun kelompok. Kalau kita hanya menulis biografi seorang
tokoh, mungkin hanya satu orang, tetapi kalau kita menulis sebuah peristiwa
mungkin bisa mewawancari orang yang lebih banyak.
4. Materi wawancara
Agar materi wawancara yang kita cari sesuai dengan yang kita harapkan,
sebaiknya kita menetapkan tema apa yang menjadi penelitian kita. Tema penelitian
menjadi pegangan utama dalam menetapkan materi yang akan kita tanyakan
kepada informan. Oleh sebab itu, materi harus disesuaikan dengan informan,
artinya informan yang kita cari adalah orang yang mengetahui materi yang
akan kita tanyakan. Misalnya kita akan menulis sejarah dengan tema kehidupan
sosial ekonomi suatu daerah pada masa revolusi, maka kita harus merumuskan dahulu apa yang dimaksud dengan kehidupan sosial ekonomi dalam penelitian
itu. Faktor-faktor apakah yang menjadi ciri-ciri sebuah kehidupan sosial ekonomi,
misalnya pendidikan, lapangan pekerjaan, pendapatan, kehidupan kegamaan,
dan lain-lain. Dengan telah dirumuskannya kehidupan sosial ekonomi, maka
faktor-faktor tersebutlah yang akan kita tanyakan kepada informan.

0 komentar:

Posting Komentar